Selamat Datang di KUA Sungai Raya, Kami Melayani ANDA dengan Supel dan Simpel, Nikah di KUA Gratis, Nikah di Luar Kantor atau Luar Jam Kerja Rp.600 ribu yang disetor langsung ke Bank

Rabu, 20 September 2017

RINDU SERINDU-RINDUNYA




Di zaman Bani Abbasiyah, ada sebuah kisah rindu yang terlarang. Yang lebih bersahaja dari kisah fiksi Zainuddin dan Hayati dalam Tenggelamnya kapal Van der Wijk. Yang lebih bermartabat daripada kisah picisan Romeo dan Julia..

Kisah ini terjadi di Baghdad, tepatnya di sebuah wilayah bernama Nakha', tempat seorang ulama besar Ibrahim An Nakha'i rahimahullah berasal.

Tidak disebutkan siapa nama pemuda ini, dia hanya dikenal dengan sebutan Pemuda Tampan dan Sholeh dari Nakha'. Ketampanan dan kesholehannya menjadi buah bibir para penduduk Nakha'.

Suatu hari dia berpapasan dengan seorang gadis yang juga jelita. Pandangan mata mereka bertemu dan panah asmara pun saling berbalas menancap dalam hati mereka berdua.

Malam-malam sang pemuda diisi dengan khayalan tentang tatapan gadis jelita itu. Begitulah cinta, deritanya tiada akhir. Sang gadis pun di dalam biliknya mengalami hal serupa. Bayangan wajah pemuda tampan itu menjadi pengantar tidurnya..

Akhirnya sang pemuda memberanikan diri untuk bertemu dengan orangtua sang wanita. Dia ingin membuktikan cintanya dalam sebuah Mitsaqan Ghalitsa. Dia ingin mengakhiri penderitaan malamnya dengan sebuah lafadz agung, "Aku terima nikahnya."

Tapi ternyata Ayah sang wanita menjawab pinangan si pemuda, "Maafkan kami wahai ananda. Anak kami akan kami nikahkan dengan sepupunya.."

Pulanglah sang pemuda ke rumahnya dengan hati yang meranggas. Sementara sang gadis yang mendengar percakapan itu dari balik biliknya pun tak kalah meranggasnya.

Karena cintanya yang semakin menggebu, sang gadis menulis surat kepada sang pemuda :

"Kekasihku.. Tunggulah aku di sudut tempat ini, bawalah aku kemana kau suka.. Aku rela mengarungi sulitnya hidup ini bersamamu."

Setelah surat itu diterima sang pemuda, pemuda itu menulis balasannya di halaman belakang surat tersebut ;

"Innii akhofullah liyaumin adzim." Sungguh aku takut dengan adzab Allah di hari pembalasan..

Setelah membaca balasan surat tersebut, tersadarlah sang gadis bahwa mungkin cintanya tak akan terwujud. Ia kemudian melarutkan diri dalam ibadah kepada Allah untuk melupakan cintanya.. Di siang hari dia puasa, di malam hari dia bermunajat. Sementara api cintanya tak jua padam kepada sang pemuda, tapi dia terus melawannya. Karena ketaatan kepada Allah, harus diatas cinta kepada apapun selain-Nya.

Sang gadis akhirnya jatuh sakit, tubuhnya kurus kering melawan cinta. Sementara sang pemuda pun demikian keadaannya. Dia bertarung melawan rindu. Rindu yang terlarang. Akhirnya sang gadis pun meninggal karena sakitnya setelah berjuang melawan cinta.

Sepeninggal gadis tersebut, sang pemuda tiap hari mengunjungi makam kekasihnya. Suatu hari dia tertidur di pusara kekasihnya, dan bermimpi bertemu dengan kekasihnya. Dia tumpahkan kerinduannya dan bertanya,

"Bagaimana keadaanmu disana wahai kekasihku?"

Sang gadis menjawab, "Alhamdulillah, Tuhanku memberikan aku balasan yg sangat baik.."

Pemuda berujar lagi, "Bolehkah aku menemui engkau disana?"

Sang gadis menjawab, "Aku menunggumu wahai kekasihku.. Di tempat ini engkau bisa menjadi suamiku selamanya.."

Tak lama dari kejadian itu sang pemuda pun meninggal. Dan Allah tak pernah menyia-nyiakan amalan hamba-hamba-Nya. Dan kita pun sangat yakin dengan sabda rasul-Nya yang mulia,

"Siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang jauh lebih baik.."


"Karena menanti dalam ketaatan adalah rindu yang bersahaja.."
  

Source : FA 


By. FP @SemilyarKenangan



Senin, 04 September 2017

~ Pengaruh Tabiat Istri Terhadap Cara Suami Mencari Nafkah ~ 





Hasan al-Bashri berkata :

“Aku datang kepada seorang pedagang kain di Mekkah untuk membeli baju, lalu si pedagang mulai memuji-muji dagangannya dan bersumpah, lalu akupun meninggalkannya dan aku katakan tidaklah layak beli dari orang semacam itu, lalu akupun beli dari pedagang lain.”



2 tahun setelah itu aku berhaji dan aku bertemu lagi dengan orang itu, tapi aku tidak lagi mendengarnya memuji-muji dagangannya dan bersumpah, Lalu aku tanya kepadanya :

“Bukankah engkau orang yang dulu pernah berjumpa denganku beberapa tahun lalu?”

Ia menjawab : “Iya benar”

Aku bertanya lagi :

“Apa yang membuatmu berubah seperti sekarang? Aku tidak lagi melihatmu memuji-muji daganganmu dan bersumpah!”

Ia pun bercerita :

“Dulu aku punya istri yang jika aku datang kepadanya dengan sedikit rizki, ia meremehkannya. Dan jika aku datang dengan rizki yang banyak ia menganggapnya sedikit. Lalu Allah mewafatkan istriku tersebut, dan akupun menikah lagi dengan seorang wanita. Jika aku hendak pergi ke pasar, ia memegang bajuku lalu berkata :


‘Wahai suamiku, bertaqwalah kepada Allah, jangan engkau beri makan aku kecuali dengan yang thayyib (halal). Jika engkau datang dengan sedikit rezeki, aku akan menganggapnya banyak, dan jika kau tidak dapat apa-apa aku akan membantumu memintal (kain)’.”

Masya Allah...

Milikilah sifat Qana’ah -suka menerima- / jiwa selalu merasa cukup.

Janganlah menjadi jurang dosa bagi Suamimu.

Wanita shalihah akan mendorong Suaminya kepada kebaikan, sedangkan wanita kufur akan menjadi pendorong bagi suaminya untuk berbuat dosa.


CUKUPKAN DIRI DENGAN YANG HALAL.

"Ukuran Rizki itu terletak pada keberkahannya, bukan pada jumlahnya."

________________________________________________________________

[Kitab al-Mujaalasah wa Jawaahirul ‘Ilm (5/252) karya Abu Bakr Ahmad Bin Marwan bin Muhammad ad-Dainuri al-Qodhi al-Maliki. Penerbit: Jum’iyyah at-Tarbiyyah]~
 

      http://bbg-alilmu.com/